Bank
Kurangi Pengucuran KPR
Jumat, 29 November 2013
| 09:53 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -
Perbankan mulai mengerem tingkat pertumbuhan kredit pemilikan rumah, menyusul
pengetatan likuiditas. Pengereman pembiayaan bank terhadap sektor properti
perlu disikapi pengembang dengan melakukan inovasi pembiayaan dan produk.
Hal itu mengemuka dalam
"Seminar Nasional Prospek Pembiayaan Properti Setelah Bank Dilarang
Membiayai KPR Inden", Kamis (28/11/2013), di Jakarta.
Wakil Direktur Utama
Bank Tabungan Negara Evi Firmansyah mengemukakan, pihaknya mulai membatasi
pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) pada triwulan IV (Oktober-Desember)
2013 sebagai antisipasi terhadap kredit bermasalah (NPL). Pengereman KPR
diprediksi berlanjut tahun depan.
”Dengan kenaikan suku
bunga acuan dan pengetatan likuiditas, agak riskan bagi kami untuk
mempertahankan volume KPR seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Evi.
Pertumbuhan KPR BTN
berkisar 26-28 persen per tahun dengan volume pembiayaan 150.000-200.000 unit
per tahun. Pada tahun 2014, pertumbuhan KPR diperkirakan turun menjadi 17
persen.
Evi menilai, prospek
pembiayaan rumah menengah bawah masih bagus karena permintaan masih sangat
tinggi. Sebaliknya, permintaan pembiayaan KPR rumah menengah atas akan
melambat.
Executive Vice
President Consumer Loan Bank Rakyat Indonesia Joice Rosandi mengatakan,
pengetatan kredit akan berdampak pada penundaan proyek- proyek properti yang
membutuhkan waktu pembangunan lama, seperti apartemen mewah dan proyek hunian
campuran.
Perlambatan properti
akan berimbas pada pelemahan bisnis 175 industri yang terkait properti. Meski
demikian, pihaknya optimistis bisnis properti masih bisa tumbuh 10-15 persen
pada tahun depan.
Data Bank Indonesia
menunjukkan tren penurunan pertumbuhan KPR. Pada Oktober 2013, pertumbuhan KPR
0,54 persen atau turun dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan KPR pada
Januari-September, yakni 2,42 persen per bulan. Sementara itu, tingkat kredit
bermasalah (NPL) KPR per September 2013 adalah 2,4 persen dan kredit pemilikan
apartemen (KPA) 0,9 persen, sedangkan NPL total kredit 1,83 persen.
Di tempat terpisah,
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, seusai membuka Asian Pacific
Bankers Council Conference 2013 di Jakarta, mengatakan, perbankan di Asia
Pasifik harus memiliki daya saing sehingga bisa memberikan manfaat dalam
persaingan global.
Sesuai fungsinya, bank
bisa menyediakan sumber dana untuk membantu pertumbuhan ekonomi agar lebih
kuat, seimbang, dan berkesinambungan. (IDR/LKT)
Sumber : KOMPAS CETAK
Editor : Bambang Priyo
Jatmiko
Opini:
Pengetatan
pemberian kredit dikarenakan suku bunga rate yang naik jadi bank tidak ingin mengambil
resiko. Suku bunga tinggi maka angsuran menjadi tinggi yang dikhawatirkan
debitur tidak akan mampu mengembalikan kredit atau terjadi Non Performing Loan (NPL).
Selain itu sudah menjadi ketetapan BI untuk mengetatkan pemberian kredit dan
tingkat kesehatan bank tidak melebihi yang ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar