Minggu, 06 Oktober 2013

Tulisan 1_Bahasa Indonesia 2

Ini 4 Pangan Pokok Yang Masih Diimpor RI

Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance
Minggu, 06/10/2013 10:00

Jakarta - Meskipun tercatat sebagai negara agraris, nyatanya Indonesia masih ketergantungan bahan-bahan makanan pokok mulai dari beras, jagung, biji gandum dan meslin, tepung terigu dan gula pasir.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dikutip detikFinance, Minggu (6/10/2013), Pada Agustus saja, Indonesia mengimpor jagung dari India, Argentina, Brazil, Thailand, dan Paraguay sedikitnya 182.696 ton atau senilai US$ 53,74 juta. Jika diakumulasikan dari Januari-Agustus impor jagung Indonesia mencapai 1.804.509 ton atau senilai US$ 544,19 juta.

BPS juga mencatat impor biji gandum dan meslin dari Australia, Kanada, India, Amerika Serikat, dan Singapura. Agustus saja, jumlah impornya mencapai 540.997 ton atau senilai US$ 190,94 juta. Secara akumulasi, jumlah impor biji gandum & meslin Indonesia dari negara-negara tersebut mencapai 4.431.244 ton atau senilai US$ 1,66 miliar.

Sementara untuk tepung terigu, BPS mencatat selama Agustus Indonesia mengimpor 11.452 ton atau senilai US$ 4,35 juta. Impor tersebut berasal dari negara-negara seperti Srilanka, India, Turki, Ukraina, dan Jepang. Secara akumulasi dari Januari-Agustus tahun ini, impor tepung terigu Indonesia mencapai 104.207 ton atau senilai US$ 45,25 juta.

Indonesia juga banyak impor gula pasir dari Thailand, Malaysia, Australia, Korea Selatan, dan Selandia Baru sebanyak 1.140 ton atau US$ 685.000 selama Agustus. Jika diakumulasikan, Indonesia telah mengimpor gula pasir sedikitnya 52.455 ton atau senilai US$ 31,11 juta.



Opini
”Indonesia secara geografis memang negara agraris, namun sektor pertanian bukan merupakan sektor prioritas pembangunan di Indonesia sejak Pelita 4, era pemerintahan Soeharto,” ujar Suyanto SE Mec Dev PhD, Dekan Fakultas Bisnis dan Eknonomika (FBE). Itulah mengapa Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut saya produk impor lebih diminati masyarakat karena daya saing harga produk impor lebih murah dibanding harga produk lokal, maka dari itu masyarakat lebih memilih produk impor. Kualitas produk impor juga baik, namun tidak berarti kualitas produk lokal tidak baik. Dapat dikatakan kualitas produk lokal lebih baik daripada produk impor. Namun, untuk distribusi produk lokal banyak mengalami kendala dalam hal transportasi, lebih banyak mengeluarkan biaya dan kurangnya efisien peralatan pabrik sehingga harga produk lokal lebih mahal dibandingkan produk impor. 
Sebaiknya pemerintah melindungi produsen dalam negeri, pemerintah juga sebaiknya membatasi atau memberi kuota terhadap masuknya produk impor ke Indonesia. Namun pada dasarnya perusahaan yang ada dalam negeri sendiri juga tidak bisa hanya mengandalkan perlindungan produk dari pemerintah. 

“Perlindungan produsen dalam negeri hanya perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan tentunya pemerintah juga harus mempersiapkan mereka untuk dapat bersaing,“ tutup Suyanto. (voz/wu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post-post