Sabtu, 29 November 2014

Tugas 8_Etika Profesi Akuntansi

TUGAS 8_ETIKA PROFESI AKUNTANSI



PERKEMBANGAN STANDAR AUDIT
Standar Audit
Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggungjawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) bertanggungjawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai permasalahan audit bagi semua entitas. Pernyataan DSPAP itu disebut Pernyataan Standar Audit (PSA).
Tahun 1972 Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19 April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, serta disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Indonesia merubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar ProfesionalAkuntan Publik per 1 Januari 2001”.

Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1.    Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Auditing (IPSA).
2.    Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3.    Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4.    Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5.    Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM).

Standar audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1.    Standar Umum
a.    Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
b.    Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
c.    Auditor harus menerapkan kemahiran profesionla dalam melaksanakan audit dan menyusun laporan.

2.    Standar Pekerjaan Lapangan
a.    Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya.
b.    Auditor harus mempunyai pemahaman yang cukup mengenai entitas sertalingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai resiko salah saji yang signifikan dalam laporan keuangan karena keslahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
c.    Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat yang menyangkut laporan keuangan yang diaudit.

3.    Standar Pelaporan
a.    Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
b.    Auditor harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.\
c.    Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif belum memadai, maka auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor.
d.   Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan suatu pendapat secara keseluruhan, maka auditor harus menyatakan alasan-alasan yang mendasari dalam laporan auditor

Penjelasan Masing-masing Standar Audit
a.    Standar Umum:
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya, berbeda dengan standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan. Standar pribadi atau standar umum ini berlaku sama dalam bidang pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan.
1)   Standar umum Ke-1:
Menegaskan bahwa tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan standar auditing ini, jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. Pendidikan formal auditor independen dan pengalaman profesionalnya saling melengkapi satu sama lain. Pendidikan formal diperoleh dari perguruan tinggi, yaitu fakultas ekonomi jurusan akuntansi negeri (PTN) atau swasta (PTS) ditambah ujian UNA Dasar dan UNA Profesi. Seorang Auditor harus mempunyai nomor register negara akuntan (registered accountant) dan mulai tahun 1998 harus mempunyai predikat Bersertifikat Akuntan Publik (BAP). Dibawah jenjang partner, ada audit manajer, supervisor, senior, asisten yang tidak harus seorang akuntaan beregister (registered accountant) namun harus pernah mempelajari akuntansi, perpajakan dan auditing. Seorang auditor harus mengikuti Pendidikan profesi berkelanjutan (continue profesional education) baik yang diadakan di KAP, IAI atau diseminar dan lokakarya. Dalam setahun seorang partner KAP harus mengumpulkan antara 30-40 SKP. Auditor harus selalu mengikuti perkembangan-perkembangan yang berkaitan dengan profesinya dan peraturan-peraturan pemerintah termasuk perpajakan. Pengalaman profesional diperoleh dari praktek kerja di bawah bimbingan (supervisi) auditor yang lebih senior.
2)   Standar umum Ke-2:
Hal-hal berikut ini dimuat dalam PSA No.04 (SA Seksi 220):
01. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah  dipengaruhi,
karena Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, tetapi kepada kreditur yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur.
02. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan akan menurun jika terdapat bukti bahwa indenpendensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independennya. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkab pihak luar meragukan sikap indenpendensinya.
03. Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi indenpendensi masyrakat. Anggapan masyarakat terhadap indenpendensi auditor karena pemilikan indenpendensi merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif. Sepanjang persepsi indenpendensi ini dimasukkan kedalam Aturan Etika, hal ini akan mengikat auditor independen menurut ketentuan profesi.
04. Bapepam menetapkan persyaratan indenpendensi bagi auditor yg melaporkan tentang informasi keuangan yang diserahkan kepada badan tersebut yang mungkin berbeda dengan yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
05. Auditor harus mengelola praktiknya dalam persepsi independensi dan aturan ditetapkan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.
06. Untuk menekankan independensi auditor dari manajemen, penunjukan auditor dari banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum pemegang saham, atau komite audit.3. Standar umum Ke-3:
Hal-hal berikut dimuat dalam PSA No.04 (SA Seksi 230):
01. Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
02. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya.
03. Seorang auditor harus memiliki “tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki” oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan keterampilan dengan “kecermatan dan keseksamaan yang wajar”.
04. Para auditor harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang mereka periksa. Auditor dengan tanggung jawab akhir untuk suatu perikatan harus mengetahui, pada tingkat yang minimum, standarakuntansi dan auditing yang relevan dan harus memiliki pengetahuan tentang kliennya. Auditor dengan tanggung jawab akhir bertanggung jawab atas penetapan tugas dan pelaksanaan supervisi asisten.
05. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh profesi akuntan publik untuk melaksanakan dengan cermat dan seksama, dengan maksud baik dan integritas, pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif.
06. Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menurut auditor mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti karena bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut.
07. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur.
08. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan tersebut. Oleh karena itu, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material.
09. Tujuan auditor independen adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis yang memadai baginya dalam merumuskan suatu pendapat. Sifat sebagian bukti diperoleh, sebagian, dari konsep pengujian selektif atas data yang diaudit, yang memerlukan pertimbangan tentang bidang yang akan diuji dan sifat, saat, dan luasnya pengujian yang harus dilakukan. Disamping itu, pertimbangan diperlukan dalam menafsirkan hasil pengujian audit dan penilaian bukti audit. Meskipun dengan maksud baik dan integritas, kesalahan dan kekeliruan dalam pertimbangan dapat terjadi. Lebih lanjut, penyajian akuntansi berisi estimasi akuntansi, pengukuran yang mengandung ketidakpastian bawaan dan tergantung pada hasil dari peristiwa di masa depan. Auditor menggunakan pertimbangan profesional dalam mengevaluasi kewajaran estimasi akuntansi berdasarkan informasi yang dapat diharapkan secara masuk akal yang tersedia sebelum penyelesaian pekerjaan lapangan. Sebagai akibat dari faktor-faktor tersebut, dalam banyak hal, auditor harus mempercayai bukti yang bersifat persuasif daripada yang bersifat meyakinkan.
10. Oleh karena karakteristik kecurangan, terutama yang melibatkan penyembunyian dan pemalsuan dokumentasi (termasuk pemalsuan dokumen), audit yang direncanakan dan dilaksanakan semestinya mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material. Sebagai contoh, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia jarang berkaitan dengan penentuan keaslian dokumentasi. Disamping itu, prosedur auditing mungkin tidak efektif untukmendeteksi salah saji yang disengaja disembunyikan melalui kolusi diantara personel klien dan pihak ketiga atau diantara manajemen atau karyawan klien.
11. Pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan pada konsep pemerolehan keyakinan memadai, auditor bukan penjamin dan laporannya tidak merupakan suatu jaminan. Penemuan kemudian salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang ada dalam laporan keuangan, tidak berarti bahwa dengan sendirinya merupakan bukti (a) kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai, (b) tidak memadainya perencanaan, pelaksanaan atau pertimbangan, (c) tidak menggunkan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama, atau (d) kegagalan untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001: 230.1-230.3).

b.    Standar Pekerjaan Lapangan:
Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksan akuntan dilapangan (audit field work), mulai dari perencanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance test, substanstivetest, analitycal review, sampai audit field work.
1)   Standar pekerjaan lapangan Ke-1:
Standar ini berisi pedoman bagi auditor dalam membuat perencanaan dan melakukan
supervisi.
2)   Standar pekerjaan lapangan Ke-2:
Standar ini menjelaskan unsur-unsur pengendalian intern dan bagaimana cara auditor mempertimbangkan pengendalian intern dalam merencanakan dan melaksanakan suatu audit.
3)   Standar pekerjaan lapangan Ke-3:
Standar ini menjelaskan mengenai cara-cara yang harus dilakukan oleh auditor dalam
mengumpulkan bahan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung pendapat yang harus diberikan auditor terhadap kewajaran laporan keuangan yang diaudtnya.

c.    Standar Pelaporan:
Standar pelaporan yang terdiri dari 4 standar merupakan pedoman bagi auditor independen dalam menyusun laporan auditnya.
1)   Standar pelaporan Ke-1:
Menurut PSA No.08 (SA Seksi 410):
01. Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik akuntansi, tetapi juga metode penerapannya. Standar pelaporan pertama tidak mengharuskan auditor untuk menyatakan tentang fakta, namun standar mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi. Jika auditor melaporkan suatu laporan keuangan yang disusun sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, maka standar pelaporan pertama akan terpenuhi dengan cara mengungkapkan dalam laporan auditor bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan dengan menyatakan pendapat (atau pernyataan tidak memberikan pendapat) apakah laporan keuangan disajikan sesuai basis akuntansi komprehensif yang digunakan. Jika pembatasan terhadap lingkup audit tidak memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian, maka pengecualian semestinya diperlukan dalam laporan auditnya.
02. Istilah “prinsip akuntansi yang berlaku umum” adalah padanan dari frasa “generally accepted accounting principles” adalah suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konversi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di suatu wilayah tertentu mungkin berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku di wilayah lain. Untuk laporan keuangan yang akan didistribusikan kepada umum di Indonesia, harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Standar pelaporan pertama akan terpenuhi dengan cara mengungkapkan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2)   Standar pelaporan Ke-2:
Menurut PSA No.09 (SA Seksi 420):
01. Tujuan standar konsistensi adalah untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara dua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan dalam laporannya. Juga dinyatakan secara tersirat dalam tujuan standar bahwa prinsip akuntansi telah diamati konsistensi penerapannya dalam setiap periode akuntansi yang bersangkutan. Standar tersebut secara tersirat mengandung arti bahwa auditor puas bahwa daya banding laporan keuangan diantara dua periode akuntansi tidak dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi dan bahwa prinsip akuntansi telah diterapkan secara konsisten diantara dua atau lebih periode akuntansi baik karena (1)tidak terjadi perubahan prinsip akuntansi atau (2) terdapat perubahan prinsip atau metode penerapannya, namun dampak perubahan prinsip akuntansi terhadap daya banding laporan keuangan tidak material. Keadaan-keadaan tersebut auditor tidak perlu membuat pengungkapan mengenai konsistensi dalam laporan auditnya.
02. Penerapan semestinya standar konsistensi menuntut auditor independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan daya banding laporan keuangan. Walaupun ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan keuangan, nemun faktor lain yang tidak berhubungan dengan konsistensi dapat pula terjadi.
03. Perbandingan laporan keuangan suatu satuan usaha diantara beberapa periode dapat dipengaruhi oleh (a)perubahan akuntansi, (b)kesalahan dalam laporan keuangan yang diterbitkan dalam periode sebelumnya, (c)perubahan penggolongan dan (d)peristiwa atau transaksi yang sangat berbeda dengan yang dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan yang disajikan dalam periode sebelumnya. Perubahan akuntansi adalah suatu perubahan dalam (1)prinsip akuntansi, (2)estimasi akuntansi, (3)entitas yang membuat laporan keuangan (yang merupakan tipe khusus perubahan prinsip akuntansi).
04. Perubahan dalam prinsip akuntansi yang mempunyai pengaruh material atas laporan keuangan memerlukan penjelasan dalam laporan auditor independen dengan caramenambahkan paragraf penjelasan disajikan setelah paragraf pendapat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi daya banding laporan keuangan mungkin membutuhkan pengungkapan, tapi tidak perlu diberi komentar dalam laporan auditor independen.
3)   Standar Pelaporan Ke-3:
Menurut PSA No.10 (SA Seksi 431):
01. Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material. Hal-hal tersebut mencakup bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan, sebagai contoh, istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan unsur dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
02. Bila manajemen menghilangkan dari laporan keuangan, informasi yang seharusnya diungkapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, termasuk catatan atas laporan keuangan, maka auditor harus memberikan informasi yang cukup dalam laporannya, jika memungkinkan atau praktis; kecuali tidak disajikan informasi tersebut adalah sesuai dengan Pernyataan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Istilah “memungkinkan atau praktis” diartikan bahwa informasi dapat diperoleh secara wajar dari akun dan catatan manajemen dan bahwa menyajikan informasi ynag demikian dalam laporannya tidak menempatkan auditor sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan.
03. Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan segala aspek lain auditnya, auditor menggunakan informasi yang diterima dari klien atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh klien, bahwa auditor akan merahasiakan informasi. Tanpa kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Oleh karena itu, tanpa izin kliennya, auditor tidak boleh mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan untuk diungkapkan dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
4)   Standar pelaporan Ke-4:
Tujuan standar pelaporan adalah untuk mencegah salah tafsir tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan:
01. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keuangan jika ia mengijinkan namanya dicantumkan pada suatu laporan, dokumen atau komunikasi tertulis yang berisi laporan. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu penyusunannya, ia dianggap berkaitan dengan laporan keuangan.Walau akuntan dapat berpartisipasi dalam penyusunan laporan keuangan, laporan keuangan merupakan representasi manajemen, dan kewajaran penyajiannya sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum merupakan tanggung jawab manajemen.
02. Akuntan dapat dikaitkan dengan laporan keuangan yang diaudit atau yang tidak diaudit. Laporan keuangan disebut telah diaudit bila akuntan telah menerapkan prosedur auditing yang cukup memungkinkannya melaporkan laporan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam SA Seksi 508 (PSA No.29), Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan. Laporan keuangan (informasi keuangan) interim entitas publik yang tidak diaudit disebut sebagai di review bila akuntan menerapkan prosedur yang memungkinkannya untuk menyatakan pendapat atas laporan (informasi) sebagaimana dijelaskan dalam SAT Seksi 400 (PSAT No.01), Informasi keuangan interim.



Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik
Perkembangan dari standar professional akuntan public dapat kita lihat dari uraian berikut ini:
1.    Tahun 1972 Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan yang disahkan dalam Kongres III Ikatan Akuntan Indonesia.
Norma Pemeriksaan Akuntan tersebut mencakup tanggung jawab akuntan publik, unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan yang meliputi pengkajian dan penilaian pengendalian intern, bahan pembuktian dan penjelasan informatif, serta pembahasan mengenai peristiwa kemudian, laporan khusus dan berkas pemeriksaan.
2.    Kongres IV IAI tanggal 25 – 26 Oktober 1982 penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan Akuntan.
3.    Pada tanggal 19 April 1986 norma yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, disahkan oleh Pengurus Pusat IAI.
4.    Kongres ke VII Ikatan akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional akuntan Publik yang secara garis besar berisi :
a.       Uraian mengenai Standar Profesional akuntan Publik
b.      Berbagai pernyataan standar auditing yang telah diklasifikasikan
c.       Berbagai pernyataan standar atestasi yang telah diklasifikasikan
d.      Pernyataan jasa akuntansi dan review
5.    Tahun 1999 IAI mengubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik yang menerbitkan buku Standar Profesional Akuntan Publik  yang terdiri atas lima standar yaitu :
a.    Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
b.    Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
c.    Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
d.   Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
e.    Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM).



Perkembangan Standar Profesi Etika Profesi
Profesi akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan
para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan
pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa
mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh
pengelola kekayaan pemilik harta.

Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk
dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.

Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.

Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Agar profesi Akuntan dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya, maka harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
·      Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
·      Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
·      Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
·      Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
·      Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
·      Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi.

Perkembangan profesi akuntan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Masa Orde Lama
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah  J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.

Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor  di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.

Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960.

Selama tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi.

b) Masa Orde Baru

Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI.

Pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan ­lembaga-lembaga internasional.

Pada tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.

Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).

Empat puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.

Profesi akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1) Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2) Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.

c) Masa Sekarang
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).

Walaupun demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian

Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan
akuntansi dan menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.

Tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
a)   Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b)   Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c) Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik
dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.





Sumber 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post-post