TUGAS
8_ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PERKEMBANGAN STANDAR AUDIT
Standar Audit
Standar
audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggungjawab
profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik (DSPAP) bertanggungjawab untuk mengeluarkan
pernyataan mengenai permasalahan audit bagi semua entitas. Pernyataan DSPAP itu
disebut Pernyataan Standar Audit (PSA).
Tahun
1972 Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan,
yang disahkan di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19
April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan
oleh Tim Pengesahan, serta disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan
Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya
untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal
31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma
Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan
No.12 dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Indonesia merubah nama
Komite Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik. Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar Profesional
Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi
judul “Standar ProfesionalAkuntan Publik per 1 Januari 2001”.
Standar
Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1. Pernyataan
Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar
Auditing (IPSA).
2. Pernyataan
Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar
Atestasi (IPSAT).
3. Pernyataan
Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi
Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4. Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5. Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (IPSM).
Standar
audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu :
1. Standar
Umum
a. Audit
harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki
kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
b. Auditor
harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang
berhubungan dengan audit.
c. Auditor
harus menerapkan kemahiran profesionla dalam melaksanakan audit dan menyusun
laporan.
2. Standar
Pekerjaan Lapangan
a. Auditor
harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten
sebagaimana mestinya.
b. Auditor
harus mempunyai pemahaman yang cukup mengenai entitas sertalingkungannya,
termasuk pengendalian internal, untuk menilai resiko salah saji yang signifikan
dalam laporan keuangan karena keslahan atau kecurangan, dan untuk merancang
sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
c. Auditor
harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit
agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat yang menyangkut
laporan keuangan yang diaudit.
3. Standar
Pelaporan
a. Auditor
harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan
sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
b. Auditor
harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai keadaan dimana
prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan
jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.\
c. Jika
auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif belum memadai, maka
auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor.
d. Auditor
harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau
menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan, dalam laporan auditor.
Jika tidak dapat menyatakan suatu pendapat secara keseluruhan, maka auditor
harus menyatakan alasan-alasan yang mendasari dalam laporan auditor
Penjelasan
Masing-masing Standar Audit
a. Standar
Umum:
Standar
umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya,
berbeda dengan standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan lapangan dan
pelaporan. Standar pribadi atau standar umum ini berlaku sama dalam bidang
pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan.
1) Standar
umum Ke-1:
Menegaskan
bahwa tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam
bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan
standar auditing ini, jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai
dalam bidang auditing. Pendidikan formal auditor independen dan pengalaman profesionalnya
saling melengkapi satu sama lain. Pendidikan formal diperoleh dari perguruan
tinggi, yaitu fakultas ekonomi jurusan akuntansi negeri (PTN) atau swasta (PTS)
ditambah ujian UNA Dasar dan UNA Profesi. Seorang Auditor harus mempunyai nomor
register negara akuntan (registered accountant) dan mulai tahun 1998 harus
mempunyai predikat Bersertifikat Akuntan Publik (BAP). Dibawah jenjang partner,
ada audit manajer, supervisor, senior, asisten yang tidak harus seorang
akuntaan beregister (registered accountant) namun harus pernah mempelajari
akuntansi, perpajakan dan auditing. Seorang auditor harus mengikuti Pendidikan
profesi berkelanjutan (continue profesional education) baik yang diadakan di
KAP, IAI atau diseminar dan lokakarya. Dalam setahun seorang partner KAP harus
mengumpulkan antara 30-40 SKP. Auditor harus selalu mengikuti perkembangan-perkembangan
yang berkaitan dengan profesinya dan peraturan-peraturan pemerintah termasuk
perpajakan. Pengalaman profesional diperoleh dari praktek kerja di bawah
bimbingan (supervisi) auditor yang lebih senior.
2) Standar
umum Ke-2:
Hal-hal berikut ini
dimuat dalam PSA No.04 (SA Seksi 220):
01.
Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena
Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun
sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak
memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, tetapi kepada kreditur yang meletakkan kepercayaan (paling tidak
sebagian) atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan
kreditur.
02. Kepercayaan masyarakat umum atas
independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi
akuntan publik. Kepercayaan akan menurun jika terdapat bukti bahwa indenpendensi
sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga
menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable)
dianggap dapat mempengaruhi sikap independennya. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur, ia harus bebas dari setiap kewajiban
terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan kliennya, apakah itu
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Auditor independen tidak hanya
berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, tetapi ia harus pula
menghindari keadaan yang dapat menyebabkab pihak luar meragukan sikap
indenpendensinya.
03. Profesi akuntan publik telah
menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota profesi menjaga
dirinya dari kehilangan persepsi indenpendensi masyrakat. Anggapan masyarakat
terhadap indenpendensi auditor karena pemilikan indenpendensi merupakan masalah
mutu pribadi, bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji
secara objektif. Sepanjang persepsi indenpendensi ini dimasukkan kedalam Aturan
Etika, hal ini akan mengikat auditor independen menurut ketentuan profesi.
04. Bapepam menetapkan persyaratan
indenpendensi bagi auditor yg melaporkan tentang informasi keuangan yang
diserahkan kepada badan tersebut yang mungkin berbeda dengan yang ditentukan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
05. Auditor harus mengelola praktiknya
dalam persepsi independensi dan aturan ditetapkan untuk mencapai derajat
independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.
06. Untuk menekankan independensi
auditor dari manajemen, penunjukan auditor dari banyak perusahaan dilaksanakan
oleh dewan komisaris, rapat umum pemegang saham, atau komite audit.3. Standar
umum Ke-3:
Hal-hal
berikut dimuat dalam PSA No.04 (SA Seksi 230):
01. Standar ini menuntut auditor
independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran
profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap
profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
02. Penggunaan kemahiran profesional
dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana
kesempurnaan pekerjaannya.
03. Seorang auditor harus memiliki
“tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki” oleh auditor pada umumnya dan
harus menggunakan keterampilan dengan “kecermatan dan keseksamaan yang wajar”.
04. Para auditor harus ditugasi dan
disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang mereka
periksa. Auditor dengan tanggung jawab akhir untuk suatu perikatan harus
mengetahui, pada tingkat yang minimum, standarakuntansi dan auditing yang
relevan dan harus memiliki pengetahuan tentang kliennya. Auditor dengan
tanggung jawab akhir bertanggung jawab atas penetapan tugas dan pelaksanaan
supervisi asisten.
05. Penggunaan kemahiran profesional
dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme
profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang
selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh profesi
akuntan publik untuk melaksanakan dengan cermat dan seksama, dengan maksud baik
dan integritas, pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif.
06. Pengumpulan dan penilaian bukti
audit secara objektif menurut auditor mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan
bukti karena bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga
skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut.
07. Auditor tidak menganggap bahwa
manajemen adalah tidak jujur, namun dalam menggunakan skeptisme profesional,
auditor tidak harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya
bahwa manajemen adalah jujur.
08. Penggunaan kemahiran profesional
dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Keyakinan mutlak tidak dapat
dicapai karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan tersebut. Oleh
karena itu, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji
material.
09. Tujuan auditor independen adalah
untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis yang memadai
baginya dalam merumuskan suatu pendapat. Sifat sebagian bukti diperoleh,
sebagian, dari konsep pengujian selektif atas data yang diaudit, yang
memerlukan pertimbangan tentang bidang yang akan diuji dan sifat, saat, dan
luasnya pengujian yang harus dilakukan. Disamping itu, pertimbangan diperlukan
dalam menafsirkan hasil pengujian audit dan penilaian bukti audit. Meskipun
dengan maksud baik dan integritas, kesalahan dan kekeliruan dalam pertimbangan
dapat terjadi. Lebih lanjut, penyajian akuntansi berisi estimasi akuntansi,
pengukuran yang mengandung ketidakpastian bawaan dan tergantung pada hasil dari
peristiwa di masa depan. Auditor menggunakan pertimbangan profesional dalam
mengevaluasi kewajaran estimasi akuntansi berdasarkan informasi yang dapat
diharapkan secara masuk akal yang tersedia sebelum penyelesaian pekerjaan
lapangan. Sebagai akibat dari faktor-faktor tersebut, dalam banyak hal, auditor
harus mempercayai bukti yang bersifat persuasif daripada yang bersifat meyakinkan.
10. Oleh karena karakteristik
kecurangan, terutama yang melibatkan penyembunyian dan pemalsuan dokumentasi
(termasuk pemalsuan dokumen), audit yang direncanakan dan dilaksanakan
semestinya mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material. Sebagai contoh,
suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia jarang berkaitan dengan penentuan keaslian dokumentasi.
Disamping itu, prosedur auditing mungkin tidak efektif untukmendeteksi salah
saji yang disengaja disembunyikan melalui kolusi diantara personel klien dan pihak
ketiga atau diantara manajemen atau karyawan klien.
11. Pendapat auditor atas laporan
keuangan didasarkan pada konsep pemerolehan keyakinan memadai, auditor bukan
penjamin dan laporannya tidak merupakan suatu jaminan. Penemuan kemudian salah
saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang ada dalam
laporan keuangan, tidak berarti bahwa dengan sendirinya merupakan bukti (a)
kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai, (b) tidak memadainya perencanaan,
pelaksanaan atau pertimbangan, (c) tidak menggunkan kemahiran profesional
dengan cermat dan seksama, atau (d) kegagalan untuk mematuhi standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001: 230.1-230.3).
b. Standar
Pekerjaan Lapangan:
Standar
pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksan akuntan dilapangan
(audit field work), mulai dari perencanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi
pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance test, substanstivetest,
analitycal review, sampai audit field work.
1) Standar
pekerjaan lapangan Ke-1:
Standar ini berisi
pedoman bagi auditor dalam membuat perencanaan dan melakukan
supervisi.
2) Standar
pekerjaan lapangan Ke-2:
Standar ini menjelaskan
unsur-unsur pengendalian intern dan bagaimana cara auditor mempertimbangkan
pengendalian intern dalam merencanakan dan melaksanakan suatu audit.
3) Standar
pekerjaan lapangan Ke-3:
Standar ini menjelaskan
mengenai cara-cara yang harus dilakukan oleh auditor dalam
mengumpulkan bahan bukti yang cukup
dan kompeten untuk mendukung pendapat yang harus diberikan auditor terhadap
kewajaran laporan keuangan yang diaudtnya.
c. Standar
Pelaporan:
Standar
pelaporan yang terdiri dari 4 standar merupakan pedoman bagi auditor independen
dalam menyusun laporan auditnya.
1) Standar
pelaporan Ke-1:
Menurut
PSA No.08 (SA Seksi 410):
01. Istilah prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam standar pelaporan pertama
dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik akuntansi, tetapi juga
metode penerapannya. Standar pelaporan pertama tidak mengharuskan auditor untuk
menyatakan tentang fakta, namun standar mengharuskan auditor untuk menyatakan
suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi. Jika auditor melaporkan suatu laporan keuangan yang disusun
sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia, maka standar pelaporan pertama akan terpenuhi dengan cara
mengungkapkan dalam laporan auditor bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia dan dengan menyatakan pendapat (atau pernyataan tidak memberikan
pendapat) apakah laporan keuangan disajikan sesuai basis akuntansi komprehensif
yang digunakan. Jika pembatasan terhadap lingkup audit tidak memungkinkan
auditor untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian, maka pengecualian
semestinya diperlukan dalam laporan auditnya.
02. Istilah “prinsip akuntansi yang
berlaku umum” adalah padanan dari frasa “generally accepted accounting
principles” adalah suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konversi,
aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang
berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Prinsip akuntansi yang berlaku
umum di suatu wilayah tertentu mungkin berbeda dengan prinsip akuntansi yang
berlaku di wilayah lain. Untuk laporan keuangan yang akan didistribusikan kepada
umum di Indonesia, harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Standar pelaporan pertama akan terpenuhi dengan cara mengungkapkan
dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Standar
pelaporan Ke-2:
Menurut
PSA No.09 (SA Seksi 420):
01. Tujuan standar konsistensi adalah
untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara dua
periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor
akan mengungkapkan perubahan dalam laporannya. Juga dinyatakan secara tersirat
dalam tujuan standar bahwa prinsip akuntansi telah diamati konsistensi
penerapannya dalam setiap periode akuntansi yang bersangkutan. Standar tersebut
secara tersirat mengandung arti bahwa auditor puas bahwa daya banding laporan
keuangan diantara dua periode akuntansi tidak dipengaruhi secara material oleh
perubahan prinsip akuntansi dan bahwa prinsip akuntansi telah diterapkan secara
konsisten diantara dua atau lebih periode akuntansi baik karena (1)tidak
terjadi perubahan prinsip akuntansi atau (2) terdapat perubahan prinsip atau
metode penerapannya, namun dampak perubahan prinsip akuntansi terhadap daya
banding laporan keuangan tidak material. Keadaan-keadaan tersebut auditor tidak
perlu membuat pengungkapan mengenai konsistensi dalam laporan auditnya.
02. Penerapan semestinya standar
konsistensi menuntut auditor independen untuk memahami hubungan antara
konsistensi dengan daya banding laporan keuangan. Walaupun ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan
keuangan, nemun faktor lain yang tidak berhubungan dengan konsistensi dapat
pula terjadi.
03. Perbandingan laporan keuangan suatu
satuan usaha diantara beberapa periode dapat dipengaruhi oleh (a)perubahan
akuntansi, (b)kesalahan dalam laporan keuangan yang diterbitkan dalam periode
sebelumnya, (c)perubahan penggolongan dan (d)peristiwa atau transaksi yang
sangat berbeda dengan yang dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan yang
disajikan dalam periode sebelumnya. Perubahan akuntansi adalah suatu perubahan
dalam (1)prinsip akuntansi, (2)estimasi akuntansi, (3)entitas yang membuat
laporan keuangan (yang merupakan tipe khusus perubahan prinsip akuntansi).
04. Perubahan dalam prinsip akuntansi
yang mempunyai pengaruh material atas laporan keuangan memerlukan penjelasan
dalam laporan auditor independen dengan caramenambahkan paragraf penjelasan
disajikan setelah paragraf pendapat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi daya
banding laporan keuangan mungkin membutuhkan pengungkapan, tapi tidak perlu
diberi komentar dalam laporan auditor independen.
3) Standar
Pelaporan Ke-3:
Menurut
PSA No.10 (SA Seksi 431):
01. Penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya
pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material. Hal-hal tersebut
mencakup bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan
keuangan, sebagai contoh, istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan
unsur dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan
jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan
apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan
keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
02. Bila manajemen menghilangkan dari
laporan keuangan, informasi yang seharusnya diungkapkan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, termasuk catatan atas laporan
keuangan, maka auditor harus memberikan informasi yang cukup dalam laporannya,
jika memungkinkan atau praktis; kecuali tidak disajikan informasi tersebut
adalah sesuai dengan Pernyataan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia. Istilah “memungkinkan atau praktis” diartikan bahwa informasi dapat
diperoleh secara wajar dari akun dan catatan manajemen dan bahwa menyajikan
informasi ynag demikian dalam laporannya tidak menempatkan auditor sebagai
pihak yang menyusun laporan keuangan.
03. Dalam mempertimbangkan cukup atau
tidaknya pengungkapan segala aspek lain auditnya, auditor menggunakan informasi
yang diterima dari klien atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh klien,
bahwa auditor akan merahasiakan informasi. Tanpa kepercayaan, auditor akan
sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan. Oleh karena itu, tanpa izin kliennya, auditor tidak boleh
mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan untuk diungkapkan dalam laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
4) Standar
pelaporan Ke-4:
Tujuan
standar pelaporan adalah untuk mencegah salah tafsir tingkat tanggung jawab yang
dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan:
01. Seorang akuntan dikaitkan dengan
laporan keuangan jika ia mengijinkan namanya dicantumkan pada suatu laporan,
dokumen atau komunikasi tertulis yang berisi laporan. Bila seorang akuntan
menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang
disusunnya atau dibantu penyusunannya, ia dianggap berkaitan dengan laporan
keuangan.Walau akuntan dapat berpartisipasi dalam penyusunan laporan keuangan,
laporan keuangan merupakan representasi manajemen, dan kewajaran penyajiannya
sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum merupakan tanggung jawab manajemen.
02. Akuntan dapat dikaitkan dengan laporan
keuangan yang diaudit atau yang tidak diaudit. Laporan keuangan disebut telah
diaudit bila akuntan telah menerapkan prosedur auditing yang cukup
memungkinkannya melaporkan laporan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam SA
Seksi 508 (PSA No.29), Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan. Laporan
keuangan (informasi keuangan) interim entitas publik yang tidak diaudit disebut
sebagai di review bila akuntan menerapkan prosedur yang memungkinkannya untuk
menyatakan pendapat atas laporan (informasi) sebagaimana dijelaskan dalam SAT
Seksi 400 (PSAT No.01), Informasi keuangan interim.
Perkembangan
Standar Profesional Akuntan Publik
Perkembangan dari standar professional
akuntan public dapat kita lihat dari uraian berikut ini:
1. Tahun
1972 Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan yang
disahkan dalam Kongres III Ikatan Akuntan Indonesia.
Norma Pemeriksaan
Akuntan tersebut mencakup tanggung jawab akuntan publik, unsur-unsur norma
pemeriksaan akuntan yang meliputi pengkajian dan penilaian pengendalian intern,
bahan pembuktian dan penjelasan informatif, serta pembahasan mengenai peristiwa
kemudian, laporan khusus dan berkas pemeriksaan.
2. Kongres
IV IAI tanggal 25 – 26 Oktober 1982 penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan
Akuntan.
3. Pada
tanggal 19 April 1986 norma yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim
Pengesahan, disahkan oleh Pengurus Pusat IAI.
4. Kongres
ke VII Ikatan akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional
akuntan Publik yang secara garis besar berisi :
a. Uraian
mengenai Standar Profesional akuntan Publik
b. Berbagai
pernyataan standar auditing yang telah diklasifikasikan
c. Berbagai
pernyataan standar atestasi yang telah diklasifikasikan
d. Pernyataan
jasa akuntansi dan review
5. Tahun
1999 IAI mengubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik yang menerbitkan buku Standar Profesional Akuntan
Publik yang terdiri atas lima standar
yaitu :
a. Pernyataan
Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar
Auditing (IPSA).
b. Pernyataan
Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar
Atestasi (IPSAT).
c. Pernyataan
Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi
Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
d. Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
e. Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Pengendalian Mutu (IPSM).
Perkembangan
Standar Profesi Etika Profesi
Profesi akuntan sudah ada sejak abad
ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan
para ahli mengenai kapan sebenarnya
profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan
pemilik dan bukan pengelola yang
sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa
mengenai kecurigaan yang terdapat di
pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh
pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut
sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk
dikelola/
dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara
pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua
belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan
inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh
masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola
dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Menurut
International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud
dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian
di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang
bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Agar
profesi Akuntan dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi
lainnya, maka harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek
dan sebagai pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun
ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
· Memiliki
bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan
keprofesiannya.
· Memiliki
kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
· Berhimpun
dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
· Keahliannya
dibutuhkan oleh masyarakat.
· Bekerja
bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan
masyarakat.
· Persyaratan
ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai
salah satu profesi.
Perkembangan profesi akuntan di
Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Masa Orde Lama
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar
tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia
dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana
yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan
organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting
dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan
ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang
terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun
1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan
Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan
administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor
yang pertama kali datang di Indonesia adalah
J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang
pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan
perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama
adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian
kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens
pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant
Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai
akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah
JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada
tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak
mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas
Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor
Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI
yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status
profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian
serta kompetensi akuntan.
Atas
dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling
ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi
pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan
jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan
(Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961,
Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah
Mada 1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan
model Amerika pada tahun 1960.
Selama
tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan
permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi
akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik
yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi
akuntansi.
b) Masa Orde Baru
Profesi
akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan
konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan
oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan
bersertifikat menjadi anggota IAI.
Pada
tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada
pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional.
Pada
tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk
mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan
Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk
mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan
penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan
Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai
oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan
pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan
selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori
Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan
publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai
akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat
puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi
yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik,
akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi
akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada
tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di
Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut,
banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit
opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB)
menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk
mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan
perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang
disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1) Auditor bertanggung jawab atas
kelalaian dalam melaksanakan audit
2) Direktur bertanggung jawab atas
informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
c) Masa Sekarang
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun
demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai
sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
1)
Tumbuhnya pasar modal
2)
Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3)
Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan
publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4)
Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah
(Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang
dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha
tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat
perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah
informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan
komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan
kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan
multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan
mempunyai dampak terhadap perkembangan
akuntansi dan menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya memperluas
peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga
tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi
dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien,
mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang
makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan
keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Tahun
2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan
dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
a)
Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b)
Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c) Mendukung pembangunan ekonomi
nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan
publik.
Hal penting dalam RUU AP ini adalah
ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik
dan kantor akuntan publik dapat dituntut
dengan sanksi pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar