Kenaikan
Tarif Tol Tidak Transparan
SPM Harus Diaudit
Jumat, 11/10/2013
Jakarta
– Keputusan pemerintah menaikkan 13 ruas tarif tol, menjadi gambaran jelas
sikap pemerintah yang tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat yang sedang
susah dan daya beli yang lemah. Meskipun pemerintah mempunyai alibi, jika
kenaikan tarif tol telah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Menurut
pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, seharusnya hasil SPM jalan tol diaudit dan
hasilnya diumumkan ke masyarakat. Alasannya, masyarakat sebagai pengguna jalan
tol harus mengetahui bagaimana SPM ruas tol sehingga dapat menilai layak
tidaknya tarif tol dinaikan, “Selain harus diumumkan, indikator SPM dalam
penilaiannya juga harus dinaikan setiap tahunnya. Jika tidak dinaikan buat apa?
Misalnya tahun lalu SPM score nya 5 tahun ini jadi 10,”kata dia kepada Neraca
di Jakarta, Kamis (10/10).
Meskipun
begitu, dia menilai untuk tarif tol dalam kota seharusnya tidak mengalami
kenaikan justru diturunkan, karena jumlah mobil yang cukup tinggi dan
menyebabkan kemacetan di jalan tol. “Jika dinaikan buat apa kita membayar tarif
yang lebih mahal untuk kemacetan? Saat ini volume mobil lebih tinggi dan jalan
tol dalam kota seperti itu saja”, ujar dia.
Sehingga
dia menyimpulkan, perlu dikaji lagi apakah tarif tol, khususnya dalam kota
perlu dinaikan. Karena jika melihat kondisi kemacetan di tol dalam kota setiap
harinya, justru lebih pantas diturunkan. Selain itu, kenaikan tarif tol ini
juga akan berdampak terhadap kenaikan tarif distribusi dan lain-lain.“Kenaikan
tarif tol akan merambat ke kenaikan harga-harga pangan karena distribusinya
naik. Sehingga dampaknya akan membuat inflasi lebih tinggi lagi akibat
harga-harga kebutuhan pokok yang lagi-lagi mengalami kenaikan”, jelas dia.
Hal
senada juga disampaikan pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi
Indonesia (MTI) Danang Parikesit, sebelum menaikkan tarif tol, pemerintah
memperhatikan apakah pengguna sudah dapat pelayanan. “Sebenarnya lebih ke
fairness ya atau kepedulian terhadap pengguna apakah mereka sudah mendapatkan
pelayanan prima,” kata Danang.
Selain
itu, dia juga mengatakan, terkait tim penilai seharusnya dari lembaga
independen. “Seharusnya penilai itu dilakukan oleh lembaga yang independen
jangan dari pemerintahan, jika dari pemerintahan nantinya dikhawatirkan akan
timbul keragu-raguan,”ujarnya.
Menurut
Danang, sebelumnya MTI juga pernah memberikan saran kepada Badan Pengatur Jalan
Tol (BPJT) untuk melakukan peninjauan kembali. Pasalnya, ada beberapa komponen
pelayanan yang cukup sulit jika diawasi oleh operator,”Sebut saja soal
kecepatan itu harus sekian persen dari kecepatan di jalan biasa dan ini kan
tidak bisa diatur begitu saja,” tambah dia.
Memang,
tambah Danang, jika dari sisi pemerintah, ini memang sudah menjadi keputusan
yang sudah diturunkan. Hanya saja, masih banyak revisi peraturan terkait
pelayanan yang harus segera dibenahi.
Bagi
anggota Komisi V DPR RI Rendy Lamadjido, dengan kenaikan tarif tol ini maka
pemerintah diibaratkan sebagai pengusaha dan tidak berpihak kepada masyarakat
luas. Tarif tol seharusnya berdasarkan kemampuan masyarakat dalam membayar
tarif tol ini.“ Sebelumnya Bahan Bakar Bersubsidi (BBM) sudah mengalami
kenaikan, dollar pun ikut naik, sekarang malah tarif tol juga naik. Jangalah
membebankan atau memberatkan masyarakat atas kenaikan ini,”tandasnya.
Kata
Rendy, dengan adanya Undang-undang (UU) yang mengharuskan dalam dua tahun,
tarif tol mengalami kenaikan dan hal ini menjadi alibi pemerintah untuk
menaikkan tarif tol ini, tanpa memperhitungkan kemampuan dan dampak bagi
masyarakat. Oleh karena itu, UU ini haruslah direvisi oleh pemerintah, namun
apakah adanya kemauan dari pemerintah untuk merevisi UU ini.“Saya meragukan
apakah pemerintah ingin merubah atau merevisi UU ini dikarenakan pemerintah
ingin sekali menaikkan tarif tol ini dalam periode dua tahun sekali,” ujar
Rendy.
Rendy
mengungkapkan atas kenaikan tarif tol ini maka pihaknya akan memanggil
kementerian terkait yaitu kementerian PU untuk meminta penjelasan atas kenaikan
ini. Pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat atas kenaikan tarif tol ini
sehingga adanya keterbukaan informasi.
Atas
kenaikan tarif tol ini, lanjut Rendy, pemrintah perlu mengawasi secara ketat
pelayanan sehingga semua operator dapat terapcu untuk memenuhi Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Masyarakat penguna tol tidak akan keberatan apabila
pemerintah melakukan pelayanan yang terbaik semisalnya jalannya yang mulus,
rambu-rambu lalu lintas sesuai dan bisa mengurangi kemacetan di jalan
tol.“Kenaikan tol ini harus diiringi atas peningkatan mutu pelayanan sehingga
tidak ada masyarakat yang mengeluhkan atas fasilitas dan pelayanan jalan
tol,”jelas dia.
Sebagai
informasi, Kementerian Pekerjaan Umum telah memberlakukan penyesuaian tarif
bagi 13 ruas tol mulai Jumat (11/10). Penyesuaian berlaku setelah seluruh ruas
tersebut dinilai telah memenuhi Standar Pelayanan Minimal.
Ruas
tol yang mengalami penyesuaian yaitu ruas Jakarta-Bogor-Ciawi,
Jakarta-Tangerang, Surabaya-Gempol, Padalarang-Cileunyi, Belawan-Medan-Tanjung
Morawa, Semarang Seksi A, B, C, Pondok Aren-Bintaro Viaduct-Ulujami.
Selain
itu, ruas tol lainnya yang juga mengalami kenaikan tarif yaitu,
Palimanan-Kanci, Lingkar Luar Jakarta, Cikampek-Purwakarta-Padalarang,
Tangerang-Merak, Pondok Aren-Serpong serta Ujung Pandang Seksi I dan II.
(nurul, mohar, slyke)
Sumber:
Opini:
Menurut saya perlu
dilakukan pengkajian ulang dalam menaikkan tarif tol, dikaji menurut standar
pelayanan minimal yaitu kenyamanan pengguna jalan tol, kemacetan jalan tol,
fasilitas jalan tol. Jika hal diatas tidak dikaji lagi maka akan memberatkan
masyarakat pengguna jalan tol.
Seharusnya pula standar
pelayanan minimal diaudit agar transparan dilihat masyarakat.