ATURAN
UUD
Anti Monopoli dan Oligopoli
1. MONOPOLI
Struktur pasar monopoli sifatnya sangat
berlawanan dengan pasar persaingan sempurna. Monopoli itu sendiri berasal dari
kata “monos (satu) polein (menjual)” yang berarti secara sendiri. Maka dilihat
dari asal kata tersebut, definisi dari monopoli itu sendiri adalah struktur pasar yang ditandai oleh adanya
seorang produsen tunggal. Dimana hanya ada satu penjual yang menguasai pasar.
Suatu perusahaan yang monopolistik
secara serentak bisa menentukan harga produk dan jumlah outputnya. Bagi sebuah
monopoli adalah mungkin untuk memperoleh laba di atas normal, bahkan dalam
jangka panjang sekalipun. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual
atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa
monopoli itu kebalikan ekstrim dari persaingan sempurna dalam rangkaian
kesatuan struktur pasar. Monopoli itu bisa terjadi ketika suatu perusahaan
bertindak sebagai penjual tunggal dari suatu barang, dengan kata lain perusahaan
tunggal tersebut sekaligus pula sebagai industrinya.
·
Faktor – faktor yang menimbulkan adanya
pasar monopoli
Terdapat
tiga faktor yang menyebabkan wujudnya pasar monopoli, ketiga faktor tersebut
adalah:
o
Perusahaan monopoli mempunyai suatu
sumber daya tertentu yag unik dan tidak dimiliki oleh perusahaan lain.
o
Perusahaan monopoli pada umumnya dapat
menikmati skala ekonomi hingga ke tingkat produksi yang sangat tinggi
o
Monopoli wujud dan berkembang melalui
undang – undang, yaitu pemerintah memberi hak monopoli kepada perusahaan.
2.
OLIGOPOLI
Oligopoli adalah suatu bentuk pasar
dimana terdapat dominasi sejumlah pemasok dan penjual, atau terdapat beberapa
penjual. Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dengan
penawaran dimana terdapat penjual / produsen yang menguasai permintaan pasar.
Pasar oligopoli merupakan pasar yang
terdiri dari beberapa produsen (biasanya dua sampai dengan lima produsen),
sedangkan apabila terdiri dari dua perusahaan disebut duopoli.
Pada
dasarnya pasar oligopoli dibagi menjadi dua bentuk:
1. Pasar
oligopoli dengan diferensiasi produk à yaitu produk suatu perusahaan dibedakan
dari perusahaan lain
2. Pasar
oligopoli tanpa diferensiasi produk yaitu produk yang dihasilkan bersifat
homogen dan tidak dibedakan dengan perusahaan lain.
3.
UNDANG
– UNDANG ANTI MONOPOLI
Sebelum memasuki pada undang – undang
antimonopoli, ada baiknya kita sedikit saja mengetahui definisi dari
antimonopoli tersebut.
Masyarakat menyebutnya dengan “dominasi”
atau “antitrust” yang sebenarnya sepadan dengan istilah “anti monopoli”.
Istilah itu dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang
menguasai pasar. Dimana pasar tersebut tidak lagi menyediakan produk subtitusi
yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan
harga produk dengan lebih tinggi, tanpa harus mengikuti hukum persaingan pasar
atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Sejarah hukum anti monopoli di
Indonesia
Dimasa
orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan bersifat curang.
Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan para petinggi besar di Indonesia juga
bermula dari tindakan monopoli yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh
pemerintah kala itu.
Namun
para praktis meupun teoritis hukum dan ekonomi baru bisa membuat sebuah undang
– undang anti monopoli disaat lengsernya mantan Presiden Soeharto pada saat
reformasi. Maka dibuat lah sebuah undang – undang anti monopoli No 5 Tahun
1999. Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang sebelum diatur
dalam undang – undang anti monopoli tersebut. Diatur dalam ketentuan –
ketentuan sebagai berikut:
a. Undang
– undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian à diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
dan (3), pasal 9 ayat (2)
b. Kitab
undang – undang Hukum Pidana à terdapat satu pasal, yaitu pasal 382
c. Undang
– undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995 ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104 ayat
(1)
Undang
– undang anti monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada “monopolis” sebagai
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) undang – undang anti monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam (pasal 1 ayat (2) undang –
undang anti monopoli).
Dengan
demikian Undang – undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberikan arti kepada
posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi
yang “interbrand” (kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama)
melarang satu perusahaan menguasai 100 persen pasar. Maupun kompetisi yang
“intraband” (kompetisi diantara distributor atas produk dari produsen
tertentu).(Munir Fuady 2003: 6)
Ruang lingkup hukum Anti Monopoli
Undang
– undang anti monopoli Indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika
terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% ( Pasal 17 ayat (2) juncto
pasal 18 ayat (2) ) Undang – undang No 5 Tahun 1999
Dalam
pasal 17 ayat (1) undang – undang anti monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha
dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan tidak sehat”.
Sedangkan
dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa“pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang
atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
b. Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang atau jasa
yang sama
c. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
Jika
kita telusuri ketentuan dalam Undang – undang anti monopoli nomor 5 Tahun 1999
maka tindakan – tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh
hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti
monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian
yang dilarang
b. Kegiatan
yang dilarang
c. Penyalahgunaan
posisi dominan
d. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
e. Tata
cara penanganan perkara
f. Sanksi
– sanksi
g. Perkecualian
– perkecualian
Sedangkan
perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang – undang anti monopoli adalah
sebagai berikut:
1.
Perjanjian – perjanjian tertentu yang
berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang terdiri dari:
a. Oligopoli
b. Penetapan
harga
c. Pembagian
wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Integrasi
vertical
h. Perjanjian
tertutup
i.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.
Kegiatan – kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
pasar, yang meliputi kegiatan – kegiatan sebagai berikut:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan
pasar
d. Persekongkolan
3. Posisi dominan di pasar yang meliputi:
a. Pencegahan
konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b. Pembatasan
pasar dan pengembangan teknologi
c. Menghambat
pesaing untuk masuk pasar
d. Jabatan
rangkap
e. Pemilikan
saham
f. Merger,
akuisisi dan konsolidasi
Dalam
teori ilmu hukum, larangan terhadap tindakan monopoli atau persaingan curang.
Garis besarnya dilakukan dengan memakai salah satu dari dua teori sebagai
berikut:
1. Teori
Per Se à bahwa pelaksanaan setiap tindakan yang dilarang akan bertentangan
dengan hukum yang berlaku
2. Teori
Rule of Reason à jika dilakukan tindakan tersebut, masih dilihat seberapa jauh
hal tersebut akan merupakan monopoli atau akan berakibat pada pengekangan
persaingan pasar.
Jadi,
jika tidak seperti pada teori Per Se,
dengan menggunakan teori Rule of Reason tindakan tersebut tidak otomatis
dilarang, sungguhpun perbuatan yang dituduhkan tersebut dalam kenyataannya
terbukti telah dilakukan.
MONOPOLI
1. UU
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
Pasal 1 bahwa :
Rahasia Dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang tekhnologi dan/atau bisnis,
mempuyai nilai ekonomi karena berguan dalam kegiatan usaha dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Pasal 2 bahwa Ruang
Lingkup dari rahasia dagang adalah :
Lingkup perlindungan
rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan
atau informasi lain di bidang teknologi dan atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
2. UU
No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
Undang – undang yang dilarang praktek monopoly:
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
b. Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
c. Pemusatan
kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan
oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan
atau jasa.
d. Posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usahamempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan
atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu.
e. Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersamasamamelalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam
bidang ekonomi.
f. Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
g. Perjanjian
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
h. Persekongkolan
atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
i.
Pasar adalah lembaga ekonomi di mana
para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.
j.
Pasar bersangkutan adalah pasar yang
berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha
atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang
dan atau jasa tersebut.
k. Struktur
pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar,
antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,
keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
l.
Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan
oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan
atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba,
pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
m. Pangsa
pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender
tertentu.
n. Harga
pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai
kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
o. Konsumen
adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
p. Barang
adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen atau mpelaku usaha.
q. Jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku
usaha.
r.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah
komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan ataupersaingan usaha tidak
sehat.
s. Pengadilan
Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
ASAS DAN TUJUAN
Pasal
2
Pelaku
usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Pasal
3
Tujuan
pembentukan undang - undang ini adalah untuk: a. menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dand.
terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Pasal
4
1. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2. Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat
(1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Pasal
5
1. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:a. suatu perjanjian yang
dibuat dalam suatu usaha patungan; ataub. suatu perjanjian yang didasarkan
undang-undang yang berlaku.
Pasal
6
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal
7
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
8
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telahdiperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
9 (Bagian Ketiga Pembagian Wilayah)
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau
jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
10 (Bagian Keempat Pemboikotan Pasal)
1. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
2. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut:a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain;
ataub. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.
Pasal
11
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
12
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih
besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perusahaan atauperseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
13
1. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat
mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan,
yangdapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
2. Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3
(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal
14
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan
hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung
maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Pasal
15
1. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu
dan atau pada tempat tertentu.
2. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli
barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3. Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:a. harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; ataub. tidak akan
membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang
menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Pasal
16
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
17
1. Pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:a.
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; ataub.
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama; atauc. satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal
18
1. Pelaku
usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktekmonopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal
19
Pelaku
usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :a. menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan; ataub. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
itu; atauc. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada
pasar bersangkutan; ataud. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.
Pasal
20
Pelaku
usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan
jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal
21
Pelaku
usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya
lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
22
Pelaku
usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal
23
Pelaku
usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi
kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
24
Pelaku
usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar
barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi
berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang
dipersyaratkan.
Pasal
25
1. Pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk:a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; ataub. membatasi pasar dan
pengembangan teknologi; atauc. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2. Pelaku
usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:a. satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; ataub. dua atau
tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima
persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal
26
Seseorang
yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,
pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut:a. berada dalam
pasar bersangkutan yang sama; ataub. memiliki keterkaitan yang erat dalam
bidang dan atau jenis usaha;atauc. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
27
Pelaku
usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang
sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang
sama pada pasarbersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan:a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu;b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Pasal
28
1. Pelaku
usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopolio dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Pelaku
usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan
saham preusan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal
29
1. Penggabungan
atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi
jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan
tersebut.
2. Ketentuan
tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara
pemberitahuan
OLIGOPOLI
Pasal
4
1. Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau
dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3
(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Pasal 5
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Contoh Kasus:
PT.
PLN melakukan kenaikan listrik dikarenakan pasokan berkurang dan bagi pengguna
listrik yang tidak menggunakan listrik tetapi memasang aliran listrik tetap
harus membayar biaya abodemennya.
Tanggapan:
Menurut
saya baik PT. PLN menaikkan harga listrik ataupun tidak dan konsumen harus
membayar biaya abodemennya, konsumen mau tidak mau pun harus mengikuti dan
menerima. Karena hampir sebagian besar penduduk menggunakan listrik Negara
untuk kehidupannya.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar